Minggu, 27 Maret 2011

Papua dan Segudang Masalah


By SP Daily
Jan 7, 2006, 02:28

Jayapura, Provinsi Papua sebagai bagian integral dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kehilangan gubernurnya yang sangat merakyat, yaitu Dr JP Solossa MSi. Ia meninggal 19 Desember 2005 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura, diduga menderita serangan jantung.

Selama kepemimpinannya bersama drh Constant Karma (wagub) berhasil memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kehadiran undang-undang tersebut merupakan hasil kerja keras semua rakyat dan intelektual di Provinsi Papua.

Kehadiran undang-undang tersebut untuk menjawab segudang masalah yang selama 42 tahun integrasi terus menumpuk.

Di antaranya masalah disintegrasi bangsa, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), sumber daya manusia (SDM), kesehatan, kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan.

Salah satu masalah yang sangat menyita tenaga, waktu dan pendanaan adalah pro dan kontra terhadap kehadiran provinsi Irian Jaya Barat (Irjabar). Untuk itulah koresponden Pembaruan di Jayapura, Papua, Gabriel Maniagasi dan Robert Isidorus Vanwi Soebiyat mengulas dalam sorotan ini.


Bagaimana Nasib Otsus Papua?

MAJELIS RAKYAT PAPUA - Wapres Jusuf Kalla (ketiga dari kanan) didampingi Menko Polhukam Widodo AS (ketiga dari kiri) dan Mendagri M Ma'ruf berbincang-bincang dengan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Agus Alua (kedua dari kiri), Ketua DPRD Papua John Ibo (kiri) dan Gubernur Papua JP Solossa (kanan) saat diterima di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (24/11/05).

Bagaimana nasib Otsus Papua pascameninggalnya Solossa? Apakah akan dilanjutkan?. Berjalan di tempat? Mendapatkan tantangan kebijakan ganda dari pemerintah pusat? Pertanyaan-pertanyaan itu bermunculan setelah Gubernur Papua Dr JP Solossa, MSi, meninggal dunia pada 19 Desember 2005 sekitar pukul 21.40 WIT di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dok II Jayapura. Ia diduga menderita serangan jantung. Kepergiannya meninggalkan kesedihan mendalam di hati masyarakat papua. Banyak rakyat mengatakan robohlah benteng pertahanan Otsus dan pasti Provinsi Irjabar berjaya.

Walaupun Solossa telah tiada namun harus diakui dirinya meletakkan dasar bagi pelaksanaan Otsus di Tanah Papua. Harus diakui dia adalah sosok yang dikenal sangat patriotis memperjuangkan pelaksanaannya sebagai solusi terbaik penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh dan bermartabat.

Bahkan selama masa pemerintahannya (2005-2010) bersama Wagub drh. Constant Karma berhasil bersama DPR dan Pemerintah Pusat melahirkan Otonomi Khusus sebagai upaya penyelesaian masalah Papua atas dasar keadilan dan kebenaran.

Semua mata menyaksikan ketika Otsus didesain dan mendapat tantangan yang luar biasa dari berbagai komponen masyarakat di Papua. Penolakan demikian gencarnya ketika tim penjaringan aspirasi ke kabupaten-kabupaten untuk melihat, mendengar dan mencatat aspirasi yang berkembang dan diinginkan oleh masyarakat. Walaupun demikian, proses desain itu tetap dilakukan hingga mencapai pembahasan alot di tingkat pusat. Alasannya Otsus Papua akan merupakan jembatan emas menuju kemerdekaan Papua.

Penilaian miring bukan saja datang dari Papua tetapi dari pemerintah pusat di Jakarta. Pemerintah pusat menilai keberadaan MRP sebagai lembaga sentral dari UU Otsus akan memperjuangkan aspirasi Papua Merdeka. Tetapi sebagai gubernur, Solossa berhasil meyakinkan bahwa pendapat itu tidak benar. "Otsus Papua mengangkat martabat rakyat Papua di dalam NKRI. Jangan takut, Otsus memerdekaan rakyat Papua dalam NKRI," ujarnya tegas.

Namun penilaian kontra produktif terus saja berdatangan sampai akhirnya pengesahan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Pengesahan itu bukan berarti Papua bebas melangkah dengannya untuk membangun masyarakat asli Papua.

Justru kehadirannya tidak diikhlaskan Pemerintah Pusat. Salah satunya PP MRP yang sesuai ketentuan UU dalam masa waktu enam bulan setelah disahkan justru tidak disahkan, tertunda sampai tiga tahun. Bahkan pemerintah pusat menghambat itu karena MRP dinilai sebagai superbody yang siap menghantarkan Papua menuju kemerdekaan. Sikap kecurigaan yang berlebihan itu, tak menyurutkan semangat JP Solossa-Karma untuk tetap meyakinkan bangsa Indonesia bahwa Papua adalah bagian integral dalam bingkai NKRI sampai akhirnya terpilih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres M Jusuf Kalla melalui Pemilihan Presiden langsung tahun 2004. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memberikan PP No 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua sebagai Kado Natal bagi masyarakat Papua saat perayaan Natal di Gedung Olahraga Cederawasih Jayapura, 25 Desember 2004.

MRP segera terbentuk dengan terpilihnya Agus Alua sebagai Ketua, Ir Frans A Wospakrik (Wakil Ketua) dan Susana Hikoyabi (Wakil Ketua).

Dengan terbentuknya MRP, sejumlah fungsinya dalam UU Otsus mulai dilaksanakan. Di antaranya memberikan pertimbangan kepada DPRP tentang kriteria calon gubernur dan calon wakil gubernur terkait kriteria orang asli Papua.

Dr Solossa, kata Saflessa, telah meletakkan fondasi bagi Otsus di Tanah Papua. Persoalan kita adalah pelaksanaannya benar-benar memberikan manfaat bagi orang asli Papua.

Sebab pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dengan kemajuan provinsi lain.

Kita berharap siapa pun putra asli Papua yang terpilih dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung nanti, harus mampu meneruskan perjuangan Solossa dalam memperjuangkan hak-hak dasar orang asli Papua melalui Otsus untuk menjadi tuan di atas tanahnya sendiri. Tentu berada dalam bingkai NKRI. *





© Copyright 2003-2005 by watchPAPUA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar